Senin, 07 Desember 2009

Tujuan, Dasar Psikologis Hukum

Tujuan Hukum

Tujuan Hukum adalah membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memcahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum .
Dalam literatur tujuan hukum dikenal beberapa toeri, yakni:
1. Teori Etis (etische theorie) dari Geny: hukum semata-mata untuk mencapai keadilan
2. Teori utilitas (utilities theorie) dari J.Bentham: tujuan hukum menjamin adanya kebahagian yang terbesar bagi manusia dalam jumlah sebanyak-banyaknya
3. Teori gabungan (gemengdhe theroie): tujuan hukum adalah keadilan dan kemanfaatan/ justitie et utilitas (Bellefroid)
4. Teori kepastian hukum (rechts zekerheid theorie) dari Van Kan: tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan agar tidak terganggu. Kepastian hukum adalah tujuan utama dari hukum

Menurut beberapa ahli hukum:
1. Van Apeldoorn: mengatur pergaulan hidup secara damai dan adil
2. Seojono Dirjosisworo: melindungi individu dalam masyarakat, sehingga keadaan aman dan tertib dapat terwujud
3. Mokhtar Kusumaatmaja: tujuan pokok hukum atau fungsi utama hukum adalah ketertiban
4. Subekti: mengabdi kepada tujuan negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan hidup rakyatnya dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban
5. Notonegoro: mencapai kedamaian, keadilan (setiap orang menerima apa yang menjadi bagiannya), kesejahteraan (memenuhi kebutuhan kepentingan semua orang) dan kebahagiaan (terdapat keseimbangan antara kebutuhan kebendaan dan kerohaniaaan)

Dasar Psikologis Hukum

Hukum merupakan bagian integral dari kehidupan bersama. Hukum mengatur dan menguasai manusia dalam kehidupan bersama. Sebagai konsekuensinya maka tata hukum beritik tolak pada penghoramtan dan perlindungan manusia yang tidak lain merupakan percerminan dari kepentingannya sendiri. Telah di kemukakan bahwa manusia adalah zoon politicon dan bahwa manusia dan masyarakat merupakan pengertian komplementer karena manusia makhluk yang bersosialisasi. Manusia membutuhkan masyarakat oleh karena itu ia akan mempertahankan hidup langsungnya masyarakat tempat ia hidup
Manusia sebagai individu mempunyai kehidupan jiwa menyendiri, namun manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir, berkembang dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam sejarah perkembangan manusia tidak ada seorangpun yang menyendiri, terpisah dari kolompok manusia laninnya, kecuali dalam keadaan terpaksa dan itupun hanya untuk sementara waktu
Hasrat manusia untuk hidup bersama telah menjadi pembawaan hidupnya. Persatuan manusia yang timbul dari kodrat yang sama itu lazim disebut masyarakat. Jadi masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau lebih bersama, sehingga dalam pergaulan hidup itu timbul berbagai hubungan atau pertalian yang mengakibatkan bahwa yang seorang dan yang lain saling kenal-mengenal dan pengaruh-mempengaruhi.
Mereka yang dianggap tidak cakap tersebut dianggap tidak cakap menjalankan sendiri hak dan kewajibannya, meskipun dimiki atau disandangya, selama dalam keadaan tidak cakap itu mereka di wakili oleh wakil yang ditentukan undang-unfang atau hakim yang selanjutnya akan mengurus kepentingan yang diwakilinya.

”Raison d’etre”nya Hukum (timbulnya hukum)

Telah dikemukakan untuk timbulnya hukum sekurang-kurangnya harus ada kontak antara dua orang. Kontak ini dapat bersifat menyenangkan (misalnya kontak antara dua manusia yang berlainan jenis kelaminnya akan menimbulkan hukum perkawinan) dan kontrak yang bersifat tidak menyenangkan yaitu yang bersifat sengketa atau perselisihan. Tetapi pada hakekatnya hukum baru ada, baru dipersoalkan apabila terjadi konflik kepentingan atau terjadi pelanggaran kaedah hukum, konflik, kebatilan atau ”tidak hukum”(unlaw, onrecht). Kalau segala sesuatu berlangsung dengan tertib, lancar tanpa terjadinya konflik atau pelanggaran hukum, maka tidak akan ada orang mempersoalkan hukum. Oleh karena itu menjawab pertanyaan tersebut di atas, maka raison d’etre-nya hukum adalah konflik kepentingan manusia (conflict of human interest).

Fungsi Hukum :
1. Hukum berfungsi untuk melindungi kepentingan manusia
2. Hukum berfungsi sebagai alat untuk ketertiban dan keteraturan masyarakat
3. Hukum berfungsi untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin (lair batin)
4. Hukum berfungsi sebagai alat perubahan sosial (penggerak pembangunan)
5. Sebagai alat kritik (fungsi kritik)
6. Hukum berfungsi utuk menyelesaikan pertikaian

Rumusan-Rumusan Keadilan :
1. ”Keadilan adalah kemauan yang berdifat tetap dan terus menerus untuk memberikan kepada setiap orang apa ang semestinya untuknya”. (Iustitia est constans et prepetua voluntas ius suum cuique tribuendi – Ulpianus)
2. ”Keadilan adalh suatu kebijak politik yang aturan-aturannya menjadi dasar dari peraturan negara dan aturan-aturan ini merupakan ukuran tentang apa yang hak” (Aristoteles)
3. ”Keadilan adalah kebajikan yang memberikan hasil, bahwa setiap orang mendapat apa yang merupakan bagiannya (Keadilan Justinian)
4. ”Setiap orang bebas untuk menentukan apa yang akan dilakukannya, asal ia tidak melanggar kebebasan yang sama dari orang lain (Herbert Spencer)
5. ”Semakin meluasnya pengakuan dan pemuasan terhadap kebutuhan, tuntutan atau keinginan-keinginan manusia melalui pengendalian sosial; semakin meluas dan efektifnya jaminan terhadap kepentingan sosial; suatu usaha untuk menghapuskan pemborosan yang terus-menerus dan semakin efektif menghindari pebenturan antara manusia dalam menikmati sumber-sumber daya, singkatnya social engineering yang semakin efektif”. (Roscoe Pound)
6. ”Tidak ada arti lain bagi keadilan kecuali persamaan pribadi”. (Nelson)
7. ”Norma keadilan menentukan ruang lingkup dari kemerdekaan individual dalam mengejar kemakmuran individual, sehingga dengan demikian membatasi kemerdekaan individu di dalam batas-batas sesuai dengan kesejahteraan ummat manusia”. (John Salmond)
8. ”Keadilan adalah sutu tertib sosial tertentu yang di bawah lindungannya usaha untuk mencari kebenaran bisa berkembang dengan subur. Karenanya keadilan adalah keadilan kemerdekaan, keadilan perdamaian, keadilan demokrasi-keadilan toleransi”. (Hans Kelsen)
9. John Rawls mengkonsepkan keadilan sebagai fairness, yang mengandung asas-asas, bahwa orang-orang yang berkehendak untuk mengembangkan kepentingan-kepentingannya hendaknya memperoleh suatu kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang fundamental bagi mereka untuk memasuki perhimpunan yang mereka kehendaki.

Dari berbagai rumusan tentang keadilan tersebut kita dapat belajar bahwa sebagian orang melihatnya dari segi kemerdekaan yang mereka anggap sebagai bagian mutlak dari hidup manusia di dunia dan ada juga yang melihatnya dari segi keadaan jiwa atau sikap. Keadilan adalah ukuran yang kita pakai dalam memberikan perlakuan terhadap objek di luar diri kita. Objek yang ada di luar kita adalah manusia, oleh karena itu ukuran tersebut tidak dilepaskan dari arti yang kita berikan kepada manusia atau kemanusiaan,tentang konsep kita mengenai manusia. Bagaimana anggapan kita tentang manusia itulah yang akan membuahkan ukuran-ukuran yang kita pakai dalam memberikan perlakuan terhadap orang lain.


REFERENSI :
- Prof.Dr.Sujitno Mertokusuma, SH Mengenal Ilmu Hukum, edisi ke:4 th 1999, Liberti Yogyakarta
- Prof. Drs Sucipto, Ilmu Hukum, 2000, PT.Citra Aditya Bakti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by Ralepi.Com - Motorcycle News